Sabtu, 12 September 2009

Buah Cinta 1

Buah Cinta
(1)

1. RINDU BERTEMU ALLAH

Faktor yang membawa rasa rindu adalah cinta, sehingga ada yang mengatakan “karena cintaku padanya, tumbuhlah rindu; karena mencintainya, ingin sekali aku bersua dengannya.”

Cinta adalah benih di hati, sedang rindu adalah salah satu buahnya. Posisi rindu dalam cinta sama dengan posisi lari dari kemarahan dan kebencian. Karena bila benci sesuatu, hati akan pergi menjauh. Bila cinta sesuatu, hati akan berlari menghampiri. Inilah gerak hati menuju Kekasih-nya. Karena kuatnya hubungan rindu dan cinta, satu sama lain saling menggantikan dan melengkapi.

Ringkasnya, hati seorang pencinta selalu dalam perjalanan yang tak kunjung berakhir menuju kekasihnya. Setiap menyelesaikan satu tahap, muncul lagi tahap yang lain. Seperti ilmu yang bila di pahami selalu ada yang baru untuk dipelajari lagi. Maka, kekuatan hubungan pencinta dan Kekasihnya memastikan hatinya tak pernah merasa tenang sebelum sampai pada-Nya. Bila gerak langkahnya tenang dan sedikit penggodanya, maka terpautlah segenaphatinya kepada-Nya dan kuatlah langkahnya menuju Kekasih Tercinta.

Dari ‘Ath bin Sa’ib dari ayahnya; ia berujar: Amr bin Yasir mengimani shalat kami dengan memendekkan shalatnya. “Andai telah memendekkan shalat,’ kata sebagianorang padanya. Ia menjawab: “Walau pendek, saya telah membaca satu doa yang kudengar dari Rasulullah saw.” Ketika Amar berdiri, seorang di antara mereka—yaitu ayahku—mengikutinya dan bertanya tentang doa itu. Ia pun mengajarkannya, yaitu:

“Ya Allah, atas pengetahuan-Mu tentang hal ghaib dan kudrat-Mu atas makhluk, hidupkanlah aku bila kehidupan yang Engkau ketahui ini lebih baik bagiku dan matikanlah aku bila kematian lebih baik bagiku. Ya Allah, hamba mohon diberi rasa takut pada-Mu saat ramai dan sepi, hamba mohon dianugerahi ucapan yang benar dan adil kala marah dan senang. Mohon beri hamba kesederhanaan saat miskin dan kaya, nikmat yang tak pernah hilang, ketenangan yang tak putus. Keridhaan setelah takdir-Mu, kehidupan setelah mati dan kenikmatan melihat-Mu, kerinduan bertemu dengan-Mu tanpa kesengsaraan yang menyusahkan, dan terjauh dari cobaan yang menyesatkan. Ya Allah, hiasilah kami dengan iman dan jadikanlah kami orang yang memberi dan diberi petunjuk.”

Dalam hadits ini Nabi berdoa agar dikaruniai kerinduan bertemu dengan-Nya disertai kesehatan dan hidayah dengan tanpa ada fitnah dan cobaan. Ini adalah pemberian paling berharga, karena yang bisa menerimanya hanya orang yang telah lulus dari ujian. Jarang orang yang belum diuji bisa mendapatkannya.

Hadits ini menceritakan tentang nikmat memandang Allah dan kerinduan para kekasih-Nya untuk bertemu, karena esensi rindu pada Allah adalah rindu bertemu dengan-Nya. Kerinduan itu dinyalakan dengan bahan bakar amal kebajikan; para pencinta beramal karena kerinduannya, dan itulah yang menggerakkannya dirinya untuk beramal. Di antara buah rindu adalah hati pencinta yang selalu beramal dengan penuh semangat. Inilah faedah dari cinta, di mana hati pemiliknya selalu merasakan berbagai kebajikan dan kenikmatan Allah.

Rindu mendorong pencinta untuk bersungguh-sungguh dalam berjalan menuju kekasihnya, mempersingkat jalan, mendekatkan yang jauh, meringankan kepedihan dan kesulitan.

Ini adalah modal dan bekal hamba mendapatkan kegembiraan dan ketenanganny. Membangkitkan persiapan yang matang, memperingan beban perjalanan, menghalau semua kelesuan, mendorong kejujuan, keikhlasan, tobat dan perlakuan yang benar. Ini merupakan nikmat terbesar yang diberikan Allah kepada hamba-Nya.

Karunia ini terungkap dalam berbagai ucapan dan perbuatan, yang keduanya sekaligus menjadi sebab tercapainya karunia tersebut. allah Maha mendengar semua kata yang diucapkan dan Maha Mengetahui amal yang dilakukan. Mahatahu siapa yang mensyukuri dan menghargainya. Mahatahu siapa yang mencintai Pemberinya, sehingga ia layak mendapatkan karunia ini, sebagaimana firman-Nya.

“Dan demikianlah telah Kami uji sebagian mereka dengan sebagian mereka, agar mereka berkata: ‘Apakah hanya mereka yang diberi karunia oleh Allahdi antara kita?’ (Allah berfirman:) ‘Bukankah Allah lebih tahu tentang orang-orang yang bersyukur?” (al-An’am [6]: 53).

Karena rindu adalah perjalanan hati menuju Kekasihnya dan yang menambatkan dirinya terhadap-Nya, maka rindu merupakan maqam hamba yang sangat mulia dan tinggi. Siapa yang mengingkari kerinduan hamba pada Tuhannya, maka sesungguhnya ia telah mengingkari rasa cinta kepada-Nya, karena cinta pasti membuahkan rasa rindu.

Seorang pencinta pasti selalu riindu bertemu Kekasihnya. Hati dan perasaannya tidak akan tenang kecuali jika ia bertemu dengan Yang dirindu.

1. Saat hendak tidur, saat seluruh indra dan anggota tubuhnya terlepas dari berbagai kesibukan, dan saat hatinya terkonsentrasi pada Yang dicintainya. Ia tak akan tidur kecuali dengan mengingat Kekasihnya dan menyibukkan hatinya dengan-Nya.
2. Saat bangun dari tidur. Hal pertama yang diingatnya adalah Kekasihnya.
3. Saat shalat. Shalat adalah pengujian jiwa dan timbangan iman. Dengan shalat, iman seseorang ditimbang. Dengan shalat, keadaan jiwa, maqam dan derajat seseorang di sisi Allah terwujudkan. Shalat adalah wahana bagi hamba bermunajat dan mendekatkan diri tanpa perantara kepada Allah. Tidak sesuatu yang paling menyejukkan mata dan menyenangkan hati seorang pencinta selain shalat, bila ia benar-benar seorang pencinta sejati. Tidak ada sesuatu yang lebih diutamakan dan dicari selain dari berkhalwat dengan Kekasih, bermunajat kepada-Nya dan berdiri di hadapan-Nya saat Kekasihnya telah siap menyambutnya. Padahal sebelum itu,ia tersiksa oleh kekerasan makhluk dan kesibukkan dengan mereka. Bila telah berdiri melakukan shalat, ia telah lari dari selain Allah, menuju kepada-Nya. Tidak ada sesuatu yang lebih penting baginya selain shalat. Seolah-olah ia berada di dalam penjara yang sempit dan kegalauan yang menyusahkan. Hal itu terus ia rasakan hingga datang waktu shalat. Setelah shalat, ia pun mendapati hatinya telah terhibur, tercerahkan, dan terasa senang, sebagaimana ucapan Nabi saw. yang dituturkan pada Bilal: “Wahai Bilal, hiburlah (istirahatkanlah) kami dengan shalat.” Nabi saw. tidak mengatakan: “Istirahatkanlah kami dari shlat,” sebagaimana dikatakan oleh orang-orang yang lalai.
4. Saat kesulitan dan ditimpa musibah. Dalam situasi ini yang teringat hanya Kekasih. Rahasianya adalah, bahwa saat musibah dan ujian terasa berat, maka hati bergetar dan takut kehilangan sesuatu yang dicintainya, yaitu kehidupan yang menyita seluruh perhatiannya, yang dengan ia bisa menjalin kedekatan dengan Kekasihnya. Dia mencintai kehidupannya karena kenikmatannya dengan kekasihnya. Saat ia dihinggapi ketakutan raibnya kehidupan, ia langsung teringat Kekasih Yang juga akan hilang bersamaan dengan kematiannya.

Karena itu, saat menjelang kematian, hal yang selalu diingat dan dibaca orang adalah apa yanga dicintainya. Bahkan kata itu masih terucap saat maut menjemput.

Dalam riwayat Ibnu Abbas disebutkan bahwa seorang anak kecil perempuan meninggal di pangkuan Nabi. Ummu Aiman menangis keras melihat hal itu. Ia pun ditanya: “Mengapa engkau menangis di hadapan Rasulullah?” Ia menjawab: “Ya Rasulullah, bukankah saya pernah melihat engkau menangis?” Beliau menjawab: “Saya tidak menangis, tapi tangisan itu adalah rahmat. Sesungguhnya seorang mukmin selalu baik, apapun kondisinya, manakala ia meninggal saat memuji Allah.”

Ibnu Abi Dunia menyebutkan di dalam kitab al-Muhtadharin tentang Zufar, bahwa pada saat kematiannya ia mengatakan: “Ia mendapatkan seperlima zakat, ia mendapat seperampat zakat…” lantaran begitu cintanya pada fiqih dan ilmu.

Selain itu, menjelang maut, semua indra dan kesibukan berhenti. Lalu muncullah apa yang sebenarnya ada di hati tanpa bisa ditolak. Karena itu, ada orang yang meninggal sambil menyebut ternaknya yang mati dan ada pula orang yang mati seraya mendendangkan lagu.

Ibnu Qayyim meriwayatkan: “Ada tukang sihir yang menghembuskan nafas terakhirnya sambil berkata, ‘Uang-uang, demi Allah!’ Ada pula pedangang yang berucap, ‘bagus, murah,’ saat kematiannya. Dan kisah semacam ini sangat banyak terjadi.”

Siapa yang sibuk dengan Allah, mengingat dan mencintai-Nya, maka saat kematiannya akan mendapatkan apa yang sangat dicintainya itu, sebagai mana ditegaskan dalam hadits Nabi saw.:

“Menjelang kematian seseorang, malaikat datang kepadanya. Nila ia seorang yang shalih, malaikat berkata: ‘Wahai jiwa yang baik yang berada dalam jasad yang baik, keluarlah dengan terpuji. Bergembiralah dengan semerbak sorga dan Rabb dalam keadaan tidak marah.’ Ucapan itu terus diulang-ulang hingga ruh keluar dari tubuh. Lalu malaikat yang bertanya: ‘Siapa ini?’ Jawab malaikat yang datang membawanya: ‘Ini si Fulan.’ Kemudian dikatakan: ‘Selamat datang wahai jiwa yang baik yang berada dalam jasad yang baik. Masuklah dengan terpuji dan bergembiralah dengan aroma sorga dan Rabb dalam keadaan tidak marah.’ Ucapan ini terus diulang-ulang hingga berakhir di langit di mana Allah Azza wa Jalla berada.”

Sang hamba datang kepada Allah sebagai orang yang berbuat baik dan rindu pada-Nya, yang telah bersabar melakukan berbagai amal yang sulit dan melewati perjalanan yang berat karena rindu ingin bertemu dengan-Nya. Karena itu, ia bisa datang menemui-Nya saja sudah cukup memberikan kegembiraan dan kesenangan, apalagi bila memperoleh berbagai penghormtan dan pemberian.

Orang yang menghabiskan masa hidup dan sehatnya jauh dari Allah, akan sulit mengingat Allah saat kematiannya, bila ia tidak mendapatkan ‘inayah dari Allah. Maka orang yang berakal sehat seharusnya mengingat hati dan lidahnya untuk selalu mengingat Allah. Karena lengah sekejap saja bisa membuahkan penyesalan dan kesengsaraan sepanjang masa. Kita memohon pertolongan pada Allah agar kita selalu bisa mengingat, bersyukur, dan beribadah kepada-Nya dengan baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar