Sabtu, 12 September 2009

Buah Cinta 2

1. NIKMAT DAN KEGEMBIRAAN

Nikmat cinta di dunia terlalu kecil dibanding kenikmatan surga di akhirat. Kendati demikian, nikmat cinta tersebut adalah surga dunia, kebahagiaan jiwa, kelezatan ruhani, dan berbagai kesenangannya yang lain. Tidak ada suatu kenikmatan pun di dunia ini yang bisa menyamai dan menandinginya.

Seorang pencinta tak pernah berpisah dengan kegembiraan. Ia mendapatkan kenikmatan dan kelezatan di hatinya melebihi kelezatan apa pun. Barangsiapa yang telah merasakan maqam cinta, pasti bisa menyelami kebenaran ungkapan ini.

Sebagian orang yang telah merasakan kelezatan ini bertutur:

“Seandainya para raja dan anak keturunannya tahu nikmat yang kita rasakan, pasti mereka akan membantai kita dengan pedang.”

Yang lain berujar:

“Suatu saat terlintas getaran dalam hati di mana saya berucap: ‘Jika penghuni sorga seperti ini, sungguh mereka ada dalam kehidupan yang baik.”

Sebagian yang lain berkata:

“Kasihan para pencinta dunia. Mereka pergi meninggalkan dunia tanpa merasakan kenikmatan yang terbaik, yaitu cinta Allah. Mereka bertanya: ‘Apa itu kenikmatannya yang paling baik?’ Jawab sang pencinta sejati: ‘Cinta Allah, jinak bersama-Nya, kerinduan untuk bertemu dengan-Nya,menghadapi kepada-Nya, dan berpaling dari selain-Nya.”

Sementara yang lain melukiskan:

“Cinta Allah membuat hati para kekasih-Nya tak bisa menikmati cinta selain-Nya. Bagi mereka, tak ada kenikmatan di dunia yang menyamai kenikmatan cinta Allah. Sedang di akhirat, tak ada yang lebih nikmat dari memandang wajah Allah.”

Orang yang merasakan kenikmatan cinta ini telah mendapatkan sorga lebih awal di dunia, di samping sorga di akhirat kelak. Bagi hati dan ruh, tak ada yang lebih lezat, lebih manis dan lebih nikmat dari cinta Allah, menghadap kepada-Nya, ibadah kepada-Nya suka cita dengan-Nya, kerinduan untuk bertemu dengan-Nya, dan melihat-Nya. Sungguh sebutir pasir kelezatan ini tak bisa disamai oleh bergunung-gunung kelezatan dunia.

Cukuplah nilai kelezatan dan kemuliaan cinta ini dengan kemampuannya dalam mengeluarkan kepedihan dari hati pemiliknya, saat ia kehilangan suatu kenikmatan duniawi. Bahkan ia merasa pedih terhadap hal paling berharga yang dinikmati pencinta dunia, sementara ia lari darinya seperti mereka lari dari sesuatu yang menyakitkan.

Tidak diragukan lagi bahwa kegembiraan ini mendorongnya untuk senantiasa berjalan menuju Allah, mengerahkan upaya untuk mencari-Nya dan mengharapkan ridha-Nya. Orang yang belum merasakan sebagian atau segenap keriangan ini seyogianya mencurigai kualitas iman dan amalnya, karena iman mengandung kelezatan; barangsiapa yang tidak bisa mereguk kelezatannya maka hendaklah ia mengevaluasi kembali dan mencari cahaya yang bisa dipergunakan untuk meraih kelezatan iman.

Nabi saw. menyebutkan dalam hadits tentang kelezatan iman:

“Kelezatan iman akan dirasakan oleh orang yang telah rela menjadikan Allah sebagai Tuhan, Muhammad sebagai Rasul, dan Islam sebagai agama.”

Mengutip dari Qadhi Iyadh, Imam Nawawi berkata: “Makna hadits ini adalah imannya benar, jiwanya tenang dan batinnya tenteram. Karena keridhaannya kepada hal-hal yang disebutkan itu merupakan bukti ma’rifatnya, ketajaman pandangannya dan keceriaan hatinya. Sebab orang yang ridha terhadap sesuatu pasti merasa mudah melakukannya. Demikian pula seorang mukmin, apabila iman telah masuk ke dalam hatinya maka akan mudah baginya melakukan berbagai ketaatan kepada Allah dan merasa lezat dengannya. Wallahu A’lam.”

Nabi saw. bersabda:

‘Tiga hal yang jika ada dalam diri seseorang, berarti telah merasakan lezatnya iman, yaitu ia mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi apap pun, mencintai seseorang karena Allah semata, dan benci kembali kepada kekafiran seperti kebenciannya bila dilempar ke neraka setelah diselamatkan Allah darinya.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:

“Bila di hatimu tidak ada kelezatan yasng bisa kamu dapatkan dari amal yang kamu lakukan, maka curigailah hatimu. Karena Allah Maha Pemberi balasan.”

Maksudnya, Allah pasti membalas amal seseorang di dunia dengan kelezatan, pencerahan dan ketenangan yang ada di hatinya. Bila belum merasakan hal tersebut, berarti amalnya terkontaminasi.

Untuk dapat merasakan hal ini, tergantung kuat dan lemahnya cinta, kedekatan, dan pengenalannya tentang Allah. Semakin sempurna cinta, pengenalan, da kedekatannya, semakin kuat pula kelezatan, kenikmatan, dan kebahagiaan yang terasa.

Orang yang lebih mengenal Allah, nama dan sifat-Nya, lebih berharap kepada-Nya, lebih mencintai-Nya dan lebih dekat kepada-Nya pasti akan mendapatkan kelezatan ini di hatinya dan tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Dalam hal ini, Ibnu Qayyim menulis:

“Seperti nikmat sorga yang tak sebanding dengan kenikmatan memandang wajah Allah, demikian pula kenikmatan dunia juga tak ada bandingnya dengan cinta, pengenalan dan kerinduan pada Allah. Kenikmatan memandang wajah Allah di sorga tergantung ma’rifat dan cinta pada Allah. Tiap kali ma’rifat dan cinta Allah bertambah, maka kelezatan karena dekat dengan-Nya, karena memandang-Nya, dan karena bertemu dengan-Nya akan makin besar pula.”

Bila hamba menyadari hal ini, maka ketika ia melakukan maksiat dan mengikuti tarikan syahwat-nya, kemanisan iman di hatinya pun tertutup dan terkurangi, bahkan terputus sama sekali.

Karena itu, hamba yang ikhlas dan tenang dengan mengingat Allah, serta rindu bertemu dengan-Nya akan menjauhi apa yang diharamkan. Dan ia menggantinya dengan amal baik. Menukar batu kali dengan permata, menukar sesuatu yang jelek dengan sesuatu yang sangat berharga.

Singkatnya, kenikmatan pencinta selalu ada meski terkadang bercampur kepedihan. Kalau saja orang yang jauh dari Allah tahu apa yang didapatkan para pencinta ini, hati mereka akan tercabik karenanya. Betapa hatga yang mereka bayar terlalu mahal dibanding kenikmatan semu yang diterima.

2. MENJADI PENGHIBUR KETIKA MENGHADAPI MUSIBAH

Seorang pencinta mendapatkan kelezatan yang membuatnya melupakan musibah. Ia tidak tergantung kepada apa yang hilang, karena menemukan pengganti di sisi Kekasihnya—sesuatu yang tidak didapatkan orang lain. Tiap musibah baginya menjadi ringan, selama cinta Kekasihnya masih bisa didapatkan.”

Andai tidak ada buah lain yang bisa dipetik dari cinta selain buah ini—yaitu menjadi penghibur ketika didera musibah, maka hal ini saja sudah cukup menjadi suatu kemuliaan. Karena seorang hamba tidak bisa lepas dari musibah ini, dan tidak ada yang bisa menjadi perisai sebagaimana yang dimiliki oleh cinta sejati ini.

Termasuk dalam musibah ini adalah kematian, kiamat dan azab neraka. Semuanya tak bisa dihadapi kecuali dengan cinta Allah dan mengikuti Rasul-Nya. Cinta adalah akar kebaikan dunia dan akhirat, seperti yang diungkapkan oleh Samnun:

“Seorang pencinta kembali dengan membawa kemuliaan dunia dan akhirat. Karena Rasulullah mengatakan: ‘Seseorang bersama yang dicintainya.’ Maka mereka, para pencinta itu, sekarang bersama Allah yang dicintainya.”

Ada bait syair yang dikutip Ibnu Qayyim:

apa pun yang kautinggalkan akan ada gantinya
bila kau menjauhi Allah, takkan kaudapatkan ganti apa pun

Tiap amal pasti dibalas, dan balasan cinta adalah cinta dan kedekatan—sesuatu yang dapat memberikan kebaikan, kemuliaan, dan anugerah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar